Jurnalkitaplus - Dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, menyimpan tragedi pilu yang hingga kini menjadi cerita dan misteri bagi masyarakat sekitar. Pada 17 April 1955, Dusun Legetang di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, musnah dalam sekejap akibat tanah longsor dahsyat yang menelan seluruh warga dan bangunan dusun.
Longsoran besar berasal dari lereng Gunung Pengamun-amun yang runtuh dan menghantam Dusun Legetang, menimbun rumah-rumah dan sekitar 450 jiwa penduduknya. Peristiwa ini terjadi malam hari sekitar pukul 23.00, saat musim hujan deras mengguyur Dieng. Suara gemuruh dahsyat terdengar hingga ke desa tetangga, namun mereka tak berani mendekat karena tanah masih bergerak dan gelap gulita.
Yang memilukan, tidak ada satupun warga Dusun Legetang yang selamat dari longsoran ini. Semua terkubur di bawah tumpukan tanah tebal yang menutup dusun seluas beberapa hektar. Namun, ada dua warga asli dusun yang dipastikan selamat karena saat peristiwa berlangsung, mereka sedang tidak berada di dalam dusun, bermalam di tempat lain. Kisah keberhasilan mereka selamat menjadi saksi hidup yang menceritakan dahsyatnya bencana tersebut.
Selain itu, beberapa warga desa tetangga juga menjadi saksi lisan yang mengingat kejadian dengan detail, termasuk bagaimana mereka mendengar gemuruh tanah longsor dan larangan untuk mendekati lokasi karena kondisi yang berbahaya. Seorang saksi bernama Suhuri, yang kini sudah berusia lanjut, kerap membagikan kisah memilukan yang ia dengar dari generasi sebelumnya.
Misteri tragedi ini bukan hanya terletak pada kehancuran fisiknya, tetapi juga pada fenomena alam yang aneh. Longsoran berasal dari gunung yang jaraknya cukup jauh dari dusun, sementara area di antaranya tidak tersentuh tanah longsor, menimbulkan pertanyaan dan cerita rakyat tentang "tanah terbang" yang seolah melayang membawa dusun tersebut.
Kini, hanya sebuah tugu peringatan setinggi 10 meter di ladang kentang Desa Pekasiran yang mengingatkan akan keberadaan Dusun Legetang dan mengenang korban yang hilang bersama tanah longsor tersebut. Kisah Legetang tetap hidup di kalangan masyarakat sebagai pengingat akan kekuatan alam dan duka yang pernah melanda Dieng.
Legetang bukan sekadar cerita tentang hilangnya sebuah kampung, melainkan juga pelajaran berharga tentang ketangguhan manusia dan pentingnya mengenang sejarah lokal yang pernah membekas dalam kehidupan. Sejarah ini menjadi bagian dari warisan budaya yang harus terus dikenang agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
Sumber : Intisari